Jakarta – Rektor Universitas Indraprasta PGRI (UNINDRA) Prof. Dr. H. Sumaryoto menyoroti nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus melambung. Menurutnya, Bank Indonesia (BI) sebagai pemegang otoritas moneter harus bisa mencari solusi mengatasi hal ini.
“Kalau sudah bicara kurs ini berarti bicara masalah nilai tukar antara mata uang rupiah dengan mata uang asing. Sehingga, ini menjadi suatu indikator bahwa terkait dengan posisi bank luar negeri, kemudian ekspor impor, dampaknya kemana mana,” ujar Sumaryoto kepada wartawan, Sabtu (27/4/2024).
“Jadi persoalannya kita harus mencari penyebab kenapa nilai kurs rupiah merosot sementara dolar naik, itu yang harus kita garis bawahi. Jadi otoritas moneter dari Bank Indonesia itu bisa lebih akurat dalam mencari solusi-solusi untuk mengatasi ini. Nah persoalan itu yang harus dicermati,” imbuhnya.
Sumaryoto mengatakan, manakala sudah terdeteksi penyebab dari masalah tersebut, Insya Allah solusi yang BI temukan akan akurat.
“Jadi yang melatarbelakangi gejolak ini apa? kalau misal sekedar neraca tahun berjalan, nah Insya Allah itu bisa cepat,” katanya.
“Yang paling berkewajiban mencari solusi itu Bank Indonesia. Karena Bank Indonesia lah yang mengawasi neraca pembayaran, mengawasi peredaran uang, dan paling lengkap datanya. Itu Bank Indonesia semua,” lanjutnya.
Sumaryoto mengatakan, Bank Indonesia harus bisa membuat mapping untuk mengetahui penyebab masalah dalam waktu singkat dan tidak boleh terlalu lama.
“Begitu mapping nya jadi, bisa dilihat mana yang jadi prioritas dan langkah-langkah yang harus ditempuh,” ungkapnya.
“Jadi Bank Indonesia harus hati-hati. Tapi saya yakin dengan pengalaman sebagai Bank Negara yang berkembang, Bank Indonesia sudah tau. Intinya cuman satu, bahwa masalah kurs ini adalah ranah nya otoritas monoter yaitu Bank Indonesia,” sambungnya.
Sumaryoto juga menyoroti krisis diluar negeri yang berdampak terhadap perekonomian di Indonesia. Ia mencontohkan perang Ukraina vs Rusia serta permasalahan yang di Timur Tengah.
“Sekarang kita lagi menduga-menduga persoalan krisis di luar negeri. Persoalan Timur Tengah, di Ukraina, itu semua akan berdampak terhadap kita. Contoh di Ukraina dan Rusia. Itu berdampak pada suplai gas, mineral, dan sebagainya. Tapi saya lihat sih Rusia kuat luar biasa. Mau di blokade kaya apa yang mereka tetap bertahan,” jelasnya.
“Tetapi berbeda dengan Timur Tengah. Umumnya mereka negara penghasil minyak, tapi saling tidak akur antar negara,” sambungnya.
Ia mengatakan, cukup ruwet mengkaji permasalahan diluar negeri. Menurutnya dibutuhkan kajian mendalam untuk mengetahui hal tersebut.
“harus kita deteksi. Apalagi kalau sudah faktor politik. Kalau bicara politik itu susah diduga dan susah ditebak,” terangnya.
Reporter: Daffa